Data Sgp Sudah Sebagai Tradisi Di Indonesia

Data Sgp Pools – Data Sgp Sudah Sebagai Tradisi Di Indonesia – Judi ibarat rumput liar yang sudah mengakar dan tersinkroniasi ke dalam budaya bangsa Indonesia. Berbagai macam judi yang dibawa dan dikembangkan di bumi Indonesia sangatlah beragam. Seiring dengan kedatangan bangsa asing pada zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, mereka tidak hanya datang dan membawa serta dagangan berupa rempah-rempah dan hasil bumi lainnya, namun juga membawa serta ilmu dan kebudayaan dari mana asalnya mereka berada.

Salah satu kebudayaan dan tradisi yang dikenalkan kepada para masyarakat Indonesia adalah perjudian. Hingga saat ini,  togel online data sgp telah berkembang macam jenisnya. Tak lagi memakai angka, dadu hingga kartu baik itu kartu domino maupun kartu jenis 52 dek, perkembangan serta percepatan zaman telah melahirkan judi online yang kini telah menyerang dan menjadi candu bagi kaum muda dan remaja.

Kehadiran Agen togel Singapore  tidak menggeser salah satu judi klasik yang masih eksis hingga sekarang, yaitu judi tarung ayam. Judi ayam atau tarung ayam, di Indonesia dikenal sebagai judi sabung ayam ataupun tajen. Menghilangkan jenis judi kelas ini sangatlah susah.

Data Sgp Sudah Sebagai Tradisi Di Indonesia

Hal ini erat kaitanya dikarenakan dengan unsur budaya serta unsur pertunjukan. Walaupun judi ini melibatkan hewan ternak, tentunya hal tersebut tidaklah pantas untuk dilakukan. Terlebih terkadang pertandingan sabung ayam atau tajen dilakukan hingga salah satu ayam menderita cidera yang cukup serius hingga kematian.

Pemerintah sudah mengeluarkan peraturan pelarangan kegiatan berjudi. Secara pandangan agama pun berbagai macam agama juga melarang dan mengharamankan kegiatan perjudian. Namun judi sabung ayam ini masih mendapatkan minat di kalangan masyarakat urban karena sangat eratnya pertarungan sepasang ayam ini dengan unsur budaya.

Alih-alih melestarikan budaya, justru ritual ini dimanfaatkan dengan kegiatan tidak terpuji seperti berjudi. Namun, apakah benar bila judi tarung ayam atau sabung ayam ini adalah budaya judi dan harus kita lestarikan? Sejauh manakah pemahaman kita tentang budaya dan upaya pelestarian kebudayaan supaya kita sebagai masyarakat yang berbudaya tidak kehilangan jati dirinya? Berikut ulasannya.

Tarung Ayam Erat Kaitanya dengan Ritual Budaya Umat Hindu di Tanah Bali

Berbicara tentang ragam kebudayaan di Indonesia, tentunya kita tidak dapat melepaskan umat Hindu di pulau Bali beserta kegiatan keagamaan serta kebudayaannya. Upaya pelestarian budaya di tengah isu kemerosotan moral dan iman umat Hindu dan masyarakat Bali dipengaruhi oleh cepatnya pengaruh globalisasi dan modernisasi perlu ditegakkan.

Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dari GBHN (Garis Garis Besar Halauan Negara) yang mana menguraikan tentang kebijakan pembangunan suatu bangsa, mengacu pada pembangunan manusia setutuhnya yang dalam artian luasnya mencakup pembangunan material, pembangunan moral, serta pembangunan mental spritiual.

Maka dari itu sudah sepantasnya jika suatu umat tetap melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang erat kaitannya denagn masyarakat atas dasar norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Upacara-upacara adat dalam rangka pelestarian budaya hendaknya dilakukan supaya budaya tersebut tidak sirna dan nilai-nilai moral di dalamnya tidak ikut luntur. Salah satunya adalah upacara adat Tabuh Rah dalam rangkaian upacara Bhuta Yadnya.

Dalam upacara atau ritual Tabuh Rah, kegiatan ini merupakaan serangkaian upacara suci Macaru atau Bhuta Yadnya yang dilakukan saat Tilem. Upacara Tabuh Rah biasanya dilakukan dalam wujud adu ayam sampai salah satu ayam meneteskan darah ke tanah.

Darah tersebut yang menetes ke tanah lalu dianggap sebagai Yadnya yang dipersembahkan kepada Bhuta. Kemudian ayam yang dijadikan Yadnya tersebut dipercaya oleh masyarakat setempat akan terangkat derajatnya dan kemudian berenkarnasi. Upacara adat semacam ini umumnya dilakukan di tempat tempat wisata karena mengandung nilai dan daya tarik pariwisata walaupun di tempat sakral seperti pura masih dilakukan tradisi ini.

Tabuh Rah yang mana merupakan rangkaian Upacara Yadnya ini diperjelas didalam Prasasti Balur Abang A. 933 Cuka dan Prasasti Batuan 944 Caka yang berbunyi, “Mwangyan pekarya karya, Masanga kunangwagik ya manah wunga makantang telung perabotan, ithaniya tan pamunta, Tan Pawataring nayakan sakdi”

Tulisan dalam prasasti tersebut dapat diartikan sebagai berikut: Bila mengadakan upacara misalnya tawur kesanga, patutlah mengadakan tajen 3 partai tanpa perlu minta ijin, tanpa perlu memberi tahu orang yang berwenang.

Sedangkan dalam Prasasti Batuan 944 Caka, disebutkan bahwa, “Kunang yan mana wurug ing pengaduan makantang telung parahatan, tan pamivrita ring nayaka saksi mwang sawunga tunggur, ian knana minta pamli”

Tulisan dalam prasasti di atas dapat diartikan sebagai berikut: Bila mengadu ayam ditempat suci dilakukan sebanyak tiga partai, tidak perlu meminta ijin kepada yang berwenang dan pengawas sambungan ayam tidak dibenarkan menarik cukai/pajak.

Namun upacara adat yang semestinya sakral dan kental akan nilai moral dan budaya tersebut kemudian disalah artikan dan dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab hingga menjadi tajen atau istilah untuk judi sabung ayam.

Bagaimana Pandangan Masyarakat Bali Serta Umat Hindu terhadap Judi?

Bali sebagai salah satu bagian atau juga sebagai salah satu provinsi di Indonesia tentunya mengikuti peraturan dan undang-undang yang sudah ditetapakan oleh pemerintah Republik Indonesia. Perbuatan perjudian serta semua unsur yang terlibat di dalamnnya termasuk dalam kegiatan ilegal yang merujuk pada tindakan pidana.

Hal ini di tak lepas dari KUHP pasal 303 yang telah mengatur tentang hukum pidana perjudian dan juga sangat erat kaitannya pada Undang Undang nomor 7 tahun 1974 yang telah mengatur tentang perjudian.

Jadi, secara hukum negara perbuatan judi tetaplah menjadi suatu kegiatan ilegal yang dilarang oleh negara. Dalam ajaran agma Hindu pun perihal perjudian juga dengan tegas dilarang, dikarenakan dapat menimbulakan tindak-tindak negatif sebagai buntut dari tindakan perjudian tersebut.

Dalam ajaran Hindu, dijelaskan dalam kitab suci Menawa Dharma sastra IX 221 yang berbunyi, “Dyutam samahwayam caiwa, raja ratranniwarayet, rajanta karana wetau dwau, dosau pritikwisitham”

Tulisan di atas memiliki makna sebagai berikut jika diartikan: Perjudian dan pertaruhan harus benar-benar dikeluarkan dan diberantas dari wilayah pemerintahan karena menyebabkan kehancuran kerajaan dan putra mahkota. Istilah kerajaan dan putra mahkota bisa ditafsirkan sebagai negara dan generasi penerus bangsa. Sedangkan pemerintahan bisa ditafsirkan sebagai pihak penguasa.

Maka sudah jelas bahwa perbuatan perjudian itu dilarang. Jadi jika ada pendapat tentang tradisi Tabuh Rah atau tarung ayam dalam salah satu rangkaian upacara di Bali sejatinya bukanlah tindak perjudian. Namun perjudian atas nama budaya tersebut adalah salah tafsir yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dan merugikan secara material maupun moral.